CME-ID: Indonesia menduduki peringkat ke-67 dalam Indeks Hak Kepemilikan Internasional 2022

Selasa, 4 Oktober 2022: Indonesia menduduki peringkat ke-67 dari 129 negara dalam Indeks Hak Kepemilikan Internasional 2022 atau International Property Rights Index (IPRI) 2022, yang dirilis oleh Aliansi Hak Kepemilikan yang berkedudukan di Washington DC, Amerika Serikat. Laporan dan studi kasus lengkap dapat diunduh di laman: https://www.internationalpropertyrightsindex.org/full-report.

Berturut-turut, tiga negara yang memperoleh peringkat hak kepemilikan teratas adalah Finlandia, Singapura, dan Swiss. Secara keseluruhan, 129 negara yang termasuk dalam penilaian IPRI 2022 mewakili 93.91% populasi dunia dan 98.12% pendapatan domestik global (GDP).

Hernando de Soto, ekonom kenamaan dan Presiden Institut Kebebasan dan Demokrasi menegaskan bahwa laporan ini “mengukuhkan prinsip bahwa hak kepemilikan berkorelasi positif dengan kualitas hidup dan kekuatan ekonomi”.

“Hak kepemilikan sejatinya adalah hak asasi manusia (HAM). Framework hak kepemilikan yang kuat akan melindungi martabat manusia, inovasi, kebebasan sekaligus menjadi benteng terhadap penyalahgunaan kekuasaan negara”, tambah Dr Carmelo Ferlito, Chief Executive Officer (CEO) dari Center for Market Education.

Direktur Eksekutif Aliansi Hak Kepemilikan sekaligus editor IPRI, Lorenzo Montanari, berkomentar: “Masa pandemi semakin membuktikan betapa inovasi dan hak kekayaan intelektual memainkan peran penting dalam penemuan vaksin dan solusi atas Covid-19. Hak kepemilikan bukan saja merupakan salah satu pilar masyarakat bebas namun juga HAM sebagaimana tercantum di dalam Artikel 17 Delarasi HAM PBB. Indeks 2022 akan membantu pemangku kebijakan dan dunia usaha untuk memahami bagaimana ketiga komponen hak kepemilikan (Hukum dan Politik, Hak Kepemilikan Fisik, dan Hak Kekayaan Intelektual) berinteraksi menarik investasi dan menyehatkan institusi-institusi. Sebagaimana dikatakan penerima Nobel Ekonomi Friedrich von Hayek, ‘Sistem hak kepemilikan adalah jaminan terpenting kebebasan.”

Indonesia sendiri pada tahun 2022 ini mencatat penurunan skor sebanyak 0.475 poin menjadi 4.799, yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-12 di kawasan Asia dan Oceania dan ke-67 dari seluruh 129 negara-negara di dunia.

Tabel dibawah menunjukkan peringkat dan skor Indonesia pada komponen-komponen penyusun IPRI.

Poin penting yang dapat diambil adalah:

  • Skor IPRI Indonesia naik. Jika pada tahun 2021 Indonesia menempati urutan ke-72, maka pada tahun 2022 ini Indonesia menempati peringkat ke -67. Meski demikian, skor IPRI Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan, dari 5.274 menjadi 4.799. Penurunan ini secara umum bersumber dari:
    • Penurunan di sub-komponen independensi yudisial dan stabilitas politik
    • Penurunan signifikan dalam proses pendaftaran hak kepemilikan
  • Meksi Indonesia berada di peringkat 67, namun peringkat Indonesia untuk Hukum dan Politik berada di urutan ke 72. Hal ini terutama disebabkan oleh peringkat yang rendah di sub-komponen supermasi hukum (80) dan stabilitas (88)
  • Indonesia mempertahankan skor yang cukup baik dalam sub-komponen perlindungan terhadap hak kepemilikan, namun peringkat turun dari posisi 46 pada tahun 2021 menjadi 2022 pada tahun 2022. Hal ini secara umum disebabkan oleh proses pendaftaran properti yang bertambah menjadi hampir dua kali lipat lebih lama dibanding tahun sebelumnya.

Menurut Alfian Banjaransari, CEO Center for Market Education Indonesia (CME ID), “Kenaikan peringkat Indonesia sudah selayaknya diapresiasi. Meski demikian, jika kita telisik lebih lanjut, Indonesia sebetulnya tertinggal jika dibandingkan dengan rival-rivalnya di kawasan.”

Hal ini jelas terlihat jika melihat dengan lebih seksama komponen-komponen yang membentuk sub-indeks Hukum dan Politik serta Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). “Sebagai negara yang pemerintahnya senantiasa mengundang investor asing untuk masuk, hal ini sebenarnya cukup mengkhawatirkan,” tambahnya. Hampir dua tahun sejak disahkannya Omnibus Law – yang kerap disebut sebagai terobosan signifikan yang ditunggu-tunggu – peringkat Indonesia pada sub-komponen Hukum dan Politik dan HAKI tetap saja stagnan sekaligus tertinggal. “Indonesia sebenarnya sadar akan rivalitas di kawasan. Skor Indonesia di IPRI 2022, meskipun menunjukkan perbaikan, selayaknya ditanggapi selayaknya pengingat halus baik bagi pemerintah maupun dunia usaha,” ungkapnya.

Sudah waktunya bagi pemerintah Indonesua untuk menjawab tantangan-tantangan spesifik yang menjadi acuan IPRI. “Coba kita lihat HAKI, misalnya. Dari peringkat IPRI sebetulnya kita sudah dapat melihat pekerjaan rumah Indonesia, tambah Banjaransari. “Tengoklah pemalsuan dan pembajakan,  mengingat keduanya merupakan proxy yang mencerminkan keseriusan negara dalam hal HAKI. Belum lama, Komisi Pemalsuan dan Pembajakan Uni Eropa memasukkan tiga pemain e-commerce terbesar di Indonesia ke dalam watchlist-nya,” tambah Banjaransari.

Meski demikian, tampaknya pemerintah mulai menunjukkan keseriusannya. CME ID mengapresiasi langkah Indonesia yang hadir dalam Komite Penegakan Organisasi Hak Kekayaan Intelektual Dunia yang diadakan di Jenewa, Swiss pada awal September 2022 silam. “Hal ini boleh jadi menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam melawan pemalsuan dan pembajakan. Suara Indonesia tentu perlu didengar. Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa Indonesia merupakan  produsen sekaligus konsumen dalam hal ini. Keberanian Indonesia patut diacungi jempol. Kita berharap ke depannya akan ada terobosan-terobosan segar,” tutupnya.

Mengenai Indeks Hak Kepemilikan Internasional

Indeks Hak Kepemilikan Internasional (IPRI) adalah satu-satunya indeks komparatif global yang mengukur kekuatan hak kepemilikan fisik dan intelektual sekaligus kerangka hukum yang menjadi payungnya. PRA bermitra dengan 128 kelompok kajian di 74 negara yang menekankan pentingnya hak kepemilikan bagi masyarakat yang adil, makmur, serta bebas.

Mengenai CME: Center for Market Education (CME) adalah kelompok kajian khusus yang berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Sebagai sebuah institusi akademis dan pendidikan, CME memiliki cita-cita menyebarkan pendekatan yang majemuk sekaligus multidisipliner dalam ekonomi untuk menyebarkan pemahaman akan pentingnya peran pasar.

CME memiliki cabang di Indonesia dan Filipina. Selain inisiatif akademis, CME juga mengadakan seminar, webinar, dan kelas edukasi ekonomi yang menitikberatkan peran pasar. Audiens CME adalah mahasiswa, jurnalis, pebisnis, profesional, serta masyarakat umum yang ingin lebih memahami peran ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.

Ekonomi memainkan peran penting dalam keseharian kita, dan karenanya perlu disampaikan dengan cara yang menarik dan relevan. Terkait dengan hal ini, CME tidak hanya berfokus kepada teori, namun juga terhadap pengambilan kebijakan, dengan penekanan kepada konsekuensi turunan (unintended consequences) yang muncul sebagai dampak tak terhindarkan dari sebuah kebijakan politik.

Silahkan kunjungi https://marketedu.me/

Untuk pertanyaan lebih lanjut, Anda dapat menghubungi: